Welcome Guest!
twitter facebook rss

,

Menyoal "Pungli" Baypas Kolaka Utara

 

Menyoal “Pungli” Baypas Kolaka Utara
Baypass Kolaka Utara, yang di jadikan "Tol" Lasusua-Tobaku

Dalam sebulan, Dinas Perhubungan Kabupaten Kolaka Utara meraup uang sekitar 250 juta rupiah. Dalam rentang waktu lima bulan terakhir ini, paling sedikit uang 1 miliar rupiah, hasil “retribusi gelap” disimpan pada kas Bank Pembangunan Daerah (BPD) Kabupaten Kolaka utara.  Penarikan retribusi ini tidak memiliki dasar hukum kuat sehingga dikategorikan sebagai pungutan liar (pungli). Retribusi tersebut ditarik dan dikumpulkan oleh personil Dinas Perhubungan di Jalan Baypass Kolaka Utara.

Sejak tahun 2010 lalu, pembukaan jalan jalur tepi laut di programkan oleh Pemerintah sebagai upaya efesiensi waktu dan biaya. Sebagaimana diketahui, daerah Kolaka utara terdiri dari pegunungan dan hamparan laut biru. Hanya sedikit wilayah dataran yang menjadi pemukiman warga. Selebihnya, mereka tinggal di gunung atau lereng-lereng bukit sebagai petani. Tofograpi Kolaka Utara, menjadi indikator jika inprastruktur jalan daerah ini terdiri dari pendakian dan penurunan dengan kemiringan 20 hingga 40 derajat.

Terkait hal itu, pembangunan jalan baypas direalisasikan dengan porsi anggaran lebih dari 600 miliar rupiah yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja Negara (APBN). Tahap awal proyek ini merupakan penimbunan pantai dan pengerasan dengan menguruk gunung serta pembuatan jembatan-jembatan penghubung yang dilaksanakan oleh kontaktor di wilayah itu. Sementara tahap kedua dilaksanakan oleh kontraktor luar yakni, PT. Bumi Karsa dengan spesifikasi tambahan serta hotmiks jalan. Hingga bulan April 2013 lalu, proyek tersebut di anggap selesai dan masuk dalam tahapan pemeliharaan.

Anehnya, proyek pembangunan jalan baypas,  menggunakan anggaran Negara (notabene pajak rakyat) sekitar setengah triliun rupiah lebih ini,  disulap menjadi jalan “Tol” Lasusua-Tobaku dengan kapasitas panjang jalan  9000 meter dan lebar 18 meter.  Jika di defenisikan, jalan tol merupakan jalan bebas hambatan pada daerah padat lalu lintas dengan frekwensi kemacetan cukup tinggi. Seperti DKI Jakarta atau Makassar. Apakah layak Kabupaten Lasusua memiliki jalan tol?. Pertanyaan seperti ini kerapkali terlontar dikalangan pengamat pembangunan daerah/Kabupaten.

Menurut salah satu tokoh masyarakat dari kalangan akademisi mengungkapkan bahwa, jalan umum yang dibangun dengan menggunakan uang rakyat (APBN) tidak pantas diklaim secara sepihak untuk dijadikan lahan komersialisasi. Baik oleh Pemerintah atau kelompok pengusaha tertentu. Logikanya, jalan tol merupakan inprastruktur sektor komersial yang dibangun oleh pihak pengembang dengan menggunakan dana perusahaan atau dana pinjaman. Jika itu menggunakan dana rakyat melalui APBN, jelas tidak bisa diterima secara logika jika di komersilkan. Ujar Sumber

Statemen Kepala Dinas Pendapatan Daerah, Kamaruddin soal jalan tol “dibeberapa daerah terdapat jalan tol yang dibangun dengan menggunakan dana APBN, ternyata bisa dikomersilkan” kata Kamaruddin. Hal itu kembali dibantah oleh sumber media ini “bisa jadi itu diproyeksikan oleh pihak pengembang dengan menggunakan dana pinjaman yang bersumber dari APBN. Dengan demikian, pihak pengembang punya kewajiban untuk mengembalikan dana atas pembangunan jalan tol tersebut” katanya

Adanya penarikan retribusi di jalan baypas Kolaka Utara, menjadi kontroversi beberapa kalangan. Demikian pula soal legalitas retribusi hanya didasari oleh kalimat sakti sang pemegang otoritas. “Dinas Perhubungan hanya melaksakan tugas sesuai perintah Bupati” kata Kepala Dinas Perhubungan Sabri Joenoes, saat di konfirmasi soal belum adanya Perda atas kemunculan slip retribusi tersebut.

Penarikan retribusi tanpa dasar hukum ini, diasumsikan untuk biaya pemeliharaan. Beberapa komentar nara sumber yang ditemui media ini, mengungkapkan nada yang sama. Kesan pembenaran dan pembiaran atas masalah ini pun semakin menguat. Apakah benar dana APBD Kabupaten Kolaka tidak mampu menggelontorkan dana pemeliraan terhadap proyek baypas yang baru selesai dibangun tahun ini?  Sehingga harus melakukan cara-cara seperti itu. Jika menggunakan logika sederhana, maka masyarakat Kolaka Utara menjadi lahan upeti Pemerintah Daerah. “masyarakat hanya tidak mengerti soal tatanan anggaran dan pembangunan di birokrasi, sehingga mereka tidak mampu melakukan protes” kata Muhdar, salah seorang akademisi di daerah ini.

Hingga saat ini, upaya untuk memperoleh status “Jalan Tol” Kolaka Utara masih terus dilakukan oleh Kepala Bagian Keuangan dan Kepala Dinas Pekerjaan Umum. Beberapa kali wartawan media ini berusaha menemui Kabag keuangan untuk dikonfirmasi soal retribusi tol, namun belum berhasil “Bapak masih di Jakarta untuk urusan Jalan Tol Lasusua” ujar staf bagian keuangan ketika itu. (asri)    

0 komentar

Readers Comments


Latest Posts

Sponsored By

Featured Video

Our Sponsors

Sponsor

SuperTani